By Ilmu sekolah | At 06:58 | Label :
Biologi
| 0 Comments
Seleksi Alam
Seleksi
alam menyatakan bahwa makhluk hidup yang lebih mampu menyesuaikan diri
(beradaptasi) dengan kondisi alam habitatnya akan mendominasi dengan
cara memiliki keturunan yang mampu bertahan hidup.
Sebaliknya, makhluk hidup yang tidak mampu beradaptasi akan punah. Sebagai contoh sekelompok rusa yang hidup di bawah ancaman hewan pemangsa (seperti macan, harimau, singa, dan citah), secara alamiah rusa-rusa yang mampu berlari kencang dapat bertahan hidup dan berketurunan. Sebaliknya, rusa yang lemah, sakit-sakitan, dan tidak dapat berlari kencang akan mati dan tidak melanjutkan keturunan.
Sebaliknya, makhluk hidup yang tidak mampu beradaptasi akan punah. Sebagai contoh sekelompok rusa yang hidup di bawah ancaman hewan pemangsa (seperti macan, harimau, singa, dan citah), secara alamiah rusa-rusa yang mampu berlari kencang dapat bertahan hidup dan berketurunan. Sebaliknya, rusa yang lemah, sakit-sakitan, dan tidak dapat berlari kencang akan mati dan tidak melanjutkan keturunan.
Seleksi
alam sebenarnya merupakan proses alamiah yang telah dikenal ahli
biologi sebelum Darwin. Para ahli biologi waktu itu mendefinisikan
seleksi alam sebagai mekanisme yang menjaga agar spesies tidak berubah
tanpa menjadi rusak. Namun, Darwinlah orang pertama yang mengemukakan
bahwa seleksi alam mempunyai kekuatan evolusi. Selanjutnya,
Darwinmengemas teori Evolusi melalui seleksi alam dalam bukunya The
Origin of Spesies, by Means of Natural Selection yang diterbitkan pada
tahun 1859.
Darwin
menyatakan bahwa seleksi alam merupakan faktor pendorong terjadinya
evolusi. Pernyataannya itu didasarkan pada pengamatannya terhadap
populasi alami dunia. Dia mengamati adanya beberapa kecenderungan
berikut: jumlah keturunan yang terlalu besar (over reproduction), jumlah
populasi yang selalu konstan (tetap), adanya faktor pembatas
pertumbuhan populasi, dan perbedaan keberhasilan berkembang biak.
Setiap
spesies mempunyai kemampuan untuk menghasilkan banyak keturunan setelah
dewasa. Melalui proses reproduksi, populasi makhluk hidup dapat
meningkat secara geometrik. Setiap individu hasil perkawinan
memungkinkan mempunyai variasi warna, bentuk, maupun kemampuan bertahan
diri di lingkungan. Varian yang adaptif akan tetap hidup dan berkembang,
tetapi spesies yang tidak adaptif akan punah.
Beberapa
faktor pembatas di alam yang mempengaruhi populasi di antaranya adalah
makanan, air, cahaya, tempat hidup, dan sebagainya. Akibatnya, makhluk
hidup harus berkompetisi dengan makhluk hidup lain untuk mendapatkan
sumber daya yang terbatas tersebut. Beberapa faktor pembatas lainnya
yang cukup serius pengaruhnya terhadap pertumbuhan populasi yaitu
predator, organisme penyebab penyakit, dan cuaca yang tidak
menguntungkan.
Tingkat
kesuksesan perkembangbiakan juga menentukan pertumbuhan populasi
makhluk hidup dan merupakan kunci dalam seleksi alam. Makhluk hidup yang
paling adaptif adalah individu yang berhasil dalam perkembangbiakan.
Sebaliknya, yang tidak berhasil akan mati prematur atau menghasilkan
sedikit keturunan.
Lebih
jauh dalam bukunya itu, Darwin mengemukakan bahwa individu-individu
yang beradaptasi pada habitat mereka dengan baik akan mewariskan
sifat-sifat unggul kepada generasi berikutnya. Darwin menyatakan bahwa
sifat-sifat unggul atau menguntungkan ini lama-lama terakumulasi dan
mengubah suatu kelompok individu menjadi spesies yang sama sekali
berbeda dengan nenek moyangnya. Berdasarkan proses inilah akan terbentuk
spesies baru.
Suatu
contoh proses seleksi alam paling terkenal pada masa itu adalah
mengenai populasi ngengat (Biston betularia) selama revolusi industri di
Inggris. Pada awal revolusi industri di Inggris, kulit batang pohon di
sekitar Manchester berwarna cerah. Hal ini mengakibatkan ngengat (Biston
betularia) berwarna cerah yang hinggap pada kulit batang tidak mudah
tertangkap burung pemangsa. Itulah sebabnya pada awal revolusi industri,
populasi ngengat berwarna cerah lebih banyak daripada ngengat berwarna
gelap. Keadaan itu berubah 180° setelah terjadi revolusi industri.
Mengapa terjadi demikian?
Lima
puluh tahun kemudian, kulit batang pohon menjadi lebih gelap akibat
polusi udara. Keadaan itu sangat menguntungkan ngengat berwarna gelap
karena saat hinggap di pohon tidak terlihat oleh burung pemangsanya.
Sebaliknya, ngengat berwarna cerah mudah dilihat oleh burung pemangsa.
Hal ini mengakibatkan populasi ngengat berwarna gelap lebih besar
daripada ngengat berwarna cerah.
Mutasi Gen
Peristiwa
mutasi gen dapat tidak menyebabkan perubahan pembentukan asam amino
sehingga tidak menimbulkan efek yang berarti. Namun, jika mutasi gen
menyebabkan perubahan pembentukan asam amino maka fungsi gen tersebut
juga berubah. Perubahan fungsi ini dapat diamati melalui
kelainankelainan yang terjadi pada individu yang mengalami mutasi.
Bagaimana
peristiwa mutasi dapat menyebabkan terjadinya evolusi? Setiap sel
makhluk hidup dapat mengalami mutasi setiap saat, tetapi tidak semua
mutasi dapat diwariskan pada keturunannya. Mutasi yang terjadi pada sel
soma (sel tubuh) tidak akan diwariskan. Setelah individu yang mengalami
mutasi meninggal maka mutasi yang terjadi juga akan menghilang
bersamanya.
Sementara itu, mutasi yang terjadi pada sel-sel kelamin akan diwariskan pada keturunannya. Adanya bahan-bahan mutagen dalam gonad dapat menyebabkan terjadinya mutasi pada sel kelamin jantan (sperma) dan sel kelamin betina (ovum). Dengan demikian, gen yang bermutasi akan selalu ada dalam setiap sel keturunan.
Sementara itu, mutasi yang terjadi pada sel-sel kelamin akan diwariskan pada keturunannya. Adanya bahan-bahan mutagen dalam gonad dapat menyebabkan terjadinya mutasi pada sel kelamin jantan (sperma) dan sel kelamin betina (ovum). Dengan demikian, gen yang bermutasi akan selalu ada dalam setiap sel keturunan.
Setiap
spesies makhluk hidup memiliki sifat genotip dan fenotip (fisik) yang
berbeda. Gen-gen yang menentukan fenotip individu tersimpan di kromosom
dalam nukleus. Gen-gen sendiri tersusun dalam DNA (asam
deoksiribonukleat). Sementara itu, DNA disusun oleh nukleotida yang
terdiri dari basa nitrogen, gula deoksiribosa, dan fosfat. Perubahan
yang terjadi pada susunan kimia DNA dapat mengakibatkan perubahan sifat
individu. Perubahan ini disebut mutasi gen.
Sebagian
besar mutasi bersifat merugikan karena mutasi dapat mengubah atau
merusak posisi nukleotida-nukleotida yang menyusun DNA.
Perubahan-perubahan akibat mutasi banyak menyebabkan kematian, cacat,
dan abnormalitas, seperti yang dialami penduduk Hiroshima, Nagasaki, dan
Chernobyl.
Kadang-kadang
mutasi pada sel kelamin dapat mengakibatkan timbulnya sifat baru yang
menguntungkan. Bila sifat baru tersebut dapat beradaptasi dengan
lingkungannya maka individu tersebut akan terus hidup dan mewariskan
mutasi yang dialaminya kepada keturunannya. Berdasarkan anggapan bahwa
terdapat mutasi yang menguntungkan, muncullah teori Evolusi baru yaitu Teori Evolusi Sintetis Modern.
Pada intinya teori ini memasukkan konsep mutasi pada teori Seleksi Alam
Darwin. Oleh karena itu, teori ini juga dikenal sebagai Neodarwinisme. Teori ini berkembang pada 1930–1940.
Jika
mutasi selalu terjadi pada sel kelamin dari generasi ke generasi dapat
menyebabkan susunan gen dalam kromosom generasi pendahulu sangat berbeda
dengan generasi berikutnya. Peristiwa itu memungkinkan timbulnya
individu atau spesies baru yang sangat berbeda dengan generasi
pendahulunya. Menurut pendapat beberapa ilmuwan (evolusionis), perubahan
pada struktur kromosom yang bersifat menguntungkan akan mengakibatkan
munculnya spesies baru.
Kemunculan spesies baru yang lebih baik ini tergantung dari angka laju mutasi. Angka laju mutasi
adalah angka yang menunjukkan jumlah gen yang bermutasi yang dihasilkan
oleh suatu individu dari suatu spesies. Besarnya angka laju mutasi
sebuah alel gen sebesar 1–10 untuk setiap 100.000 pembelahan sel.
Frekuensi Gen dalam Populasi
Frekuensi
gen adalah frekuensi kehadiran suatu gen pada suatu populasi dalam
hubungannya dengan frekuensi semua alelnya. Dalam genetika, populasi
berarti kelompok organisme yang dapat saling kawin dan menghasilkan
keturunan yang fertil.
Misalnya
dalam suatu populasi terdapat gen dominan (A) dengan alel gen resesif
a. Perkawinan antara induk galur murni AA dengan aa, menghasilkan
keturunan F1 dengan genotip Aa. Pada keturunan F2 menghasilkan
perbandingan genotip atau keseimbangan frekuensi gen dalam populasi (F2)
= AA (homozigot dominan) : Aa (heterozigot) : aa (homozigot resesif) =
25% : 50% : 25% atau 1 : 2 : 1. Pada keturunan berikutnya (F3) ternyata
menghasilkan perbandingan genotip seperti keturunan F2, yaitu AA : Aa :
aa = 1 : 2 : 1.
Jadi, apabila setiap individu dari berbagai kesempatan melakukan perkawinan yang sama, yang berlangsung secara acak serta setiap genotip mempunyai viabilitas yang sama, perbandingan antara genotip yang satu dengan yang lainnya dari generasi ke generasi tetap sama.
Jadi, apabila setiap individu dari berbagai kesempatan melakukan perkawinan yang sama, yang berlangsung secara acak serta setiap genotip mempunyai viabilitas yang sama, perbandingan antara genotip yang satu dengan yang lainnya dari generasi ke generasi tetap sama.
Perbandingan
frekuensi gen dapat mengalami perubahan sehingga perbandingan frekuensi
gen tidak dalam keadaan seimbang. Perubahan perbandingan frekuensi gen
di dalam suatu populasi dapat disebabkan oleh mutasi, seleksi alam,
emigrasi dan imigrasi, rekombinasi dan seleksi, isolasi reproduksi, dan
domestikasi.
Variasi
genetik dalam populasi alamiah sempat membingungkan Darwin. Hal ini
terjadi karena reproduksi sel belum dikenal. Akan tetapi, pada tahun
1908 kebingungan itu terjawab oleh G.H. Hardy seorang matematikawan
Inggris dan G. Weinberg seorang fisikawan Jerman. Hardy dan Wienberg
menyatakan bahwa dalam populasi besar di mana perkawinan terjadi secara
random dan tidak adanya kekuatan yang mengubah perbandingan alela dalam
lokus, perbandingan genotip alami selalu konstan dari generasi ke
generasi.
Pernyataan
tersebut dikenal dengan hukum Perbandingan Hardy-Weinberg. Adanya
perubahan keseimbangan frekuensi gen dalam suatu populasi memberi
petunjuk adanya evolusi. Hukum Hardy-Weinberg berlaku jika memenuhi
beberapa persyaratan berikut.
a. Tidak terjadi mutasi.
b. Terjadi perkawinan secara acak.
c. Tidak terjadi aliran gen baik imigrasi maupun emigrasi.
d. Populasi cukup besar.
e. Tidak ada seleksi alam
Secara matematis hukum Hardy-Weinberg dirumuskan sebagai berikut.
(p + q)2 = p2 + 2pq + q2 = 1
Sebagai contoh alela gen A dan a, maka menurut persamaan di atas:
p2 = frekuensi individu homozigot AA
2pq = frekuensi individu heterozigot Aa
q2 = frekuensi individu homozigot aa
Bagaimana penerapan persamaan tersebut dalam menjawab permasalah genetika populasi? Perhatikan contoh berikut.
Misalnya
dalam sebuah desa terdapat populasi 100 orang, 84% penduduk lidahnya
dapat menggulung dan 16% lidahnya tidak dapat menggulung. Tentukan
berapa jumlah penduduk yang heterozigot dan homozigot jika genotip
penduduk yang lidahnya dapat menggulung Rr atau RR dan lidah yang tidak
dapat menggulung bergenotip rr.
Penyelesaian:
RR = p2, Rr = 2pq, dan rr = q2
Frekuensi gen r
Rumus: p2 + 2pq + q2 = 1
r2 = q2 = 16% = 0,16
Oleh karena frekuensi untuk seluruh alela harus 1, maka p + q
= 1 sehingga frekuensi alela dominan (p) dapat dihitung:
p = 1 – 0,4 = 0,6 => p2 = 0,36
Selanjutnya 2pq = 2 × 0,6 × 0,4 = 0,48
Jadi, perbandingan antara genotip dominan homozigot (RR),
heterozigot (Rr), dan resesif homozigot (rr) adalah 36 : 48 : 16,
sedangkan frekuensi gen R = 0,6 dan gen r = 0,4.
Hubungan Waktu dengan Perubahan Sifat Organisme
Di
depan telah dijelaskan bahwa evolusi terjadi melalui beberapa
mekanisme, yaitu seleksi alam dan mutasi gen. Menurut teori Evolusi,
pada awalnya makhluk hidup tercipta tidak sempurna atau dalam kondisi
primitif. Seiring dengan berjalannya waktu, makhluk hidup purba itu
mengalami kemajuan-kemajuan. Kemajuan-kemajuan itu diperoleh karena
adanya variasi genetik dalam populasinya.
Variasi itu diperoleh melalui proses perkawinan. Individu-individu yang kebetulan mewarisi sifat unggul dari induknya akan tetap hidup dan dapat melangsungkan kehidupannya. Sebaliknya, individu yang tidak mewarisi sifat unggul akan tersisih dalam persaingan. Akibat paling parah dari individu ini akan mati dan akhirnya punah. Hal ini menunjukkan bahwa faktor seleksi alam sangat menentukan keberlangsungan hidup suatu individu.
Variasi itu diperoleh melalui proses perkawinan. Individu-individu yang kebetulan mewarisi sifat unggul dari induknya akan tetap hidup dan dapat melangsungkan kehidupannya. Sebaliknya, individu yang tidak mewarisi sifat unggul akan tersisih dalam persaingan. Akibat paling parah dari individu ini akan mati dan akhirnya punah. Hal ini menunjukkan bahwa faktor seleksi alam sangat menentukan keberlangsungan hidup suatu individu.
Umur
bumi diperkirakan hingga saat ini berkisar 5.000-an juta tahun. Selama
itu pula di muka bumi terjadi perkembangan berbagai populasi dari
berbagai jenis makhluk hidup. Berbagai jenis makhluk hidup itu
diperkirakan berasal dari satu individu sebagai nenek moyang. Melalui
proses evolusi, suatu populasi mengalami perubahan sifat (misalnya
variasi genetik dan mutasi) sehingga dicapai bentuk makhluk hidup
seperti sekarang.
Berdasarkan
Gambar disamping, di depan tampak bahwa Deuterostoma merupakan nenek
moyang Chordata yang diperkirakan muncul pada periode Cambrian di zaman
Paleozoikum (544 juta tahun yang lalu). Seperti telah Anda pelajari di
kelas X, bahwa filum Chordata memiliki ciri khas adanya notochord atau
chorda dorsalis yang memanjang di sepanjang tubuh sebagai sumbu
tubuhnya.
Diagram filogeni Chordata |
Diperkirakan,
pada awalnya Deurostoma berkembang menjadi Urochordata,
Cephalochordata, Agnatha, dan Placodermi (sekarang telah punah).
Perkembangan ini terjadi pada periode Cambrian dari tahun 544 sampai 505
juta tahun yang lalu. Bahkan Urochordata tidak mengalami perkembangan
sejak zaman Cambrian hingga saat ini.
Klasifikasi Primata Ordo Primata dibedakan menjadi 13 familia berikut.1. Cheirogaleidae2. Lemuridae (lemur)3. Indriidae4. Daubentoniidae5. Lorisidae6. Galagidae7. Tarsiidae (Tarsius)8. Callitrichidae9. Cebidae (kera dunia baru)10. Cercopithecidae (kera dunia lama)11. Hylobatidae (gibon)12. Pongoidae (orang utan)13. Hominidae (gorila, simpanse, dan manusia)
Pada
periode Ordovician masih di era Paleozoikum, garis perkembangan
Chordata bercabang menjadi dua yaitu menjadi ikan bertulang rawan
(Chondrichthyes) dan ikan bertulang sejati (Osteichthyes). Perubahan
sifat yang mencolok pada kedua kelompok ini adalah adanya insang atau
derivat insang pada Osteichthyes.
Selanjutnya, pada akhir periode Silurian (438–408 juta tahun yang lalu), muncul kelompok hewan yang mempunyai kaki yaitu kelompok Reptilia. Kelompok ini berkembang dari garis ikan bertulang sejati (Osteichthyes). Pada akhir periode Carboniferous dari garis Amphibia muncul hewan berambut yaitu kelompok Mammalia.
Selanjutnya, pada akhir periode Silurian (438–408 juta tahun yang lalu), muncul kelompok hewan yang mempunyai kaki yaitu kelompok Reptilia. Kelompok ini berkembang dari garis ikan bertulang sejati (Osteichthyes). Pada akhir periode Carboniferous dari garis Amphibia muncul hewan berambut yaitu kelompok Mammalia.
Masih
dari garis Mammalia, pada periode Jurassic muncul kelompok baru hewan
berbulu yaitu Aves. Hewan-hewan yang kita temui pada masa lampau
(purba), tentu saja berbeda dengan hewan-hewan yang kita jumpai
sekarang, walaupun hewan-hewan itu berasal dari kelompok yang sama.
Perhatikan beberapa rekonstruksi hewan-hewan Reptilia yang diperkirakan
hidup pada periode Jurassic. Bandingkan hewan-hewan tersebut dengan
hewan-hewan modern.
Jadi,
selama penciptaan makhluk hidup di bumi telah terjadi proses evolusi
dalam waktu yang lama. Proses itu menyebabkan terbentuknya
spesies-spesies baru yang berbeda sama sekali dengan nenek moyangnya,
seperti yang kita lihat pada saat ini. Diagram filogeni Chordata (lihat
halaman sebelumnya) belum menampakkan adanya spesies manusia, padahal
manusia tersebar di seluruh dunia sebagaimana hewan dan tumbuhan.
Bagaimanakah spesies manusia muncul? Manusia diperkirakan baru muncul
sekitar 10 juta tahun yang lalu. Nenek moyang manusia diduga merupakan
kelompok Primata yang muncul sekitar 60 juta tahun yang lalu. Perhatikan
diagram filogeni Primata berikut.
Berdasarkan
gambar di samping, spesies manusia berada satu garis dengan kemunculan
orangutan sekitar 15 juta tahun yang lalu. Selanjutnya, sekitar 10 juta
tahun yang lalu garis orang utan bercabang menjadi tiga yaitu kelompok
gorila, simpanse, dan manusia. Perlu diketahui bahwa gorila, simpanse,
dan manusia dikelompokkan dalam satu familia yaitu Hominidae.
Para
ilmuwan mencoba mencari jawaban atas pertanyaan tersebut melalui
penggalian fosil dan analisis terhadap fosil-fosil yang ditemukan.
Fosil-fosil yang ditemukan dari beberapa lokasi penggalian diduga
berasal dari salah satu anggota Primata yaitu dari familia Hominidae.
Berikut merupakan tabel penemuan fosil-fosil yang diduga merupakan nenek
moyang manusia.
Berdasarkan ciri-ciri fisik bangsa Indonesia, diperkirakan hasil pewarisan dari bangsa Australomelanesid. Bangsa ini keturunan dari Homo wajakensis.
Penemuan Fosil yang Diduga Anggota Familia Homidae
No.
|
Nama Fosil
|
Umur/Rentang Hidup
|
Tinggi Tubuh
|
Lokasi Penemuan
|
1
|
Australopithecus ramidus
|
4,4 juta tahun
|
1,30 – 1,55 m
|
Ethiopia
|
2
|
Australopithecus afarensis
|
3,18 juta tahun
|
1,05 – 1,50 m
|
Ethiopia
|
3
|
Australopithecus africanus
|
3 juta tahun
|
1,14 – 1,32 m
|
Afrika Selatan
|
4
|
Australopithecus boisei
|
2,5 – 1,7 juta tahun
|
Afrika
|
|
5
|
Australopithecus robustus
|
2,2 – 1,6 juta tahun
|
Afrika
|
|
6
|
Homo habilis
|
2,5 – 1,4 juta tahun
|
1,17 – 1,32 m
|
Afrika
|
7
|
Homo erectus
|
1,8 – 300 ribu tahun
|
1,60 – 1,78 m
|
Afrika, Asia, Eropa
|
8
|
Homo sapiens neanderthal
|
120 – 35 ribu tahun
|
1,55 – 1,65 m
|
Eropa, Asia Tengah
|
9
|
Homo sapien cro-magnon
|
30 ribu tahun
|
1,60 – 1,75 m
|
Prancis
|
Berdasarkan
hasil penelitian, fosil manusia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
manusia primitif dan manusia modern. Fosil Australopithecus sp. dan Homo
erectus merupakan jenis manusia primitif, sedangkan Homo sapiens
merupakan jenis manusia modern. Manusia modern merupakan hasil evolusi
dari manusia primitif, sedangkan manusia primitif sendiri merupakan
hasil evolusi dari simpanse.
Meganthropus palaeojavanicus merupakan manusia berukuran besar yang hidup di Jawa pada zaman kuno. Meganthropus mempunyai ciri berahang besar dan bergigi. Pakar Palaeontropologi, Prof. Dr. Teuku Jacob berpendapat bahwa Meganthropus melakukan evolusi adaptasi agar bisa tetap hidup di lingkungannya.
Manusia
primitif umumnya mempunyai ciri-ciri berjalan menggunakan empat kaki,
(kecuali Homo erectus yang mulai berjalan tegak menggunakan dua kaki),
tengkorak lebih menyerupai kera, volume otak kecil (500–1.100 cc), dan
belum mampu berbicara. Sementara itu, manusia modern sudah berjalan
dengan dua kaki (bipedal), volume otak lebih besar (>1.200 cc), dapat
berbicara, dan memiliki seni dan budaya.
Demikian materi "Mekanisme Terjadinya Evolusi (Seleksi Alam Mutasi Gen)", semoga bermanfaat.