1. Molekul Energi
Dalam banyak
reaksi tubuh, perpindahan energi dilakukan bersamaan dengan dilepaskan
atau dibentuknya senyawa dengan ikatan fosfat. Sumber energi utama yang
mengandung senyawa fosfat adalah ATP (Adenosin trifosfat) yang memiliki 3
gugus fosfat. Senyawa ini menjadi sumber energi langsung yang
dibutuhkan oleh tubuh dalam melakukan usaha (aktivitas) karena pelepasan
satu gugus fosfat akan menghasilkan energi yang besar. Pada kondisi
laboratorium, satu mol ATP menghasilkan energi sebesar 7,3 kkal. ATP
terdiri atas gugus adenin yang mengandung gugus nitrogen, ribosa,
menghasilkan 5 molekul karbon gula, serta 3 molekul fosfat.
Untuk
menghasilkan energi, ATP mengalami fosforilasi yang dibantu oleh enzim
fosforilase menjadi ADP (Adenosin difosfat). Makhluk hidup yang
beraktivitas, menggunakan ATP terus-menerus. Akan tetapi, ATP tidak
habis karena merupakan sumber daya yang dapat diperbarui dengan
menambahkan satu gugus fosfat pada ADP. Hal ini dapat dilakukan melalui
respirasi sel pada hewan. Pada tumbuhan digunakan energi cahaya untuk
membentuk ATP kembali.
Dalam proses
transfer energi, terdapat beberapa jenis molekul energi lainnya yang
berperan sebagai molekul penyimpan energi, yakni NADH2, FADH, dan ATP.
Semua molekul tersebut memiliki kesetaraan dengan produksi ATP. NADH
setara dengan 3 ATP dan FADH setara dengan 2 ATP.
2. Enzim
Enzim
merupakan protein pengkatalis. Katalis adalah agen kimiawi yang
mempercepat laju reaksi tanpa mengubah struktur enzim itu sendiri. Tanpa
adanya enzim, reaksi kimia pada jalur metabolisme akan terhenti.
Enzim
memiliki sisi aktif, yakni bagian atau tempat pada enzim yang berfungsi
sebagai tempat menempelnya substrat. Kerja enzim sangat spesifik karena
sisi aktif dari enzim sangat selektif terhadap bentuk kimia dari
substrat yang akan dikatalisis. Ikatan yang terbentuk antara enzim
dengan substrat bersifat lemah sehingga reaksi dapat berlangsung
bolak-balik. Substrat menempel pada sisi aktif enzim dan akan
menghasilkan produk baru.
Pada malam hari, kunang-kunang, beberapa kumbang, dan beberapa organisme lainnya dapat memancarkan cahaya. Kemampuan ini disebut bioluminesensi. Hal ini terjadi ketika enzim lusiferase memicu elektron protein lusiferin untuk pindah ke lapisan energi lebih tinggi. Lusiferin adalah salah satu kelompok zat yang sangat floresen. Ketika elektron yang terpacu kembali ke lapisan energi rendah secara cepat, protein lusiferin akan melepaskan energi dalam bentuk cahaya.
Tubuh enzim terdiri atas beberapa bagian. Bagian utama enzim berupa protein yang disebut apoenzim. Bagian lainnya adalah bagian yang tersusun atas materi anorganik, seperti senyawa logam yang disebut gugus prostetik. Beberapa enzim memerlukan molekul yang membantu kerja enzim menguatkan ikatan dengan substrat, yakni kofaktor. Banyak molekul logam anorganik yang berfungsi sebagai kofaktor, seperti ion logam Fe2+, Cu2+, dan Mg2+.
Beberapa komponen kimia enzim yang tersusun atas molekul organik nonprotein disebut koenzim.
Koenzim membawa atom fungsional ketika enzim bereaksi. Contoh koenzim
yang berada pada bagian gugus prostetik enzim adalah koenzim A, yang
membawa sumber karbon ketika memecah piruvat dan asam lemak. Ikatan
antara apoenzim dan kofaktor disebut holoenzim.
b. Sifat Enzim
Enzim bekerja dengan cara menurunkan energi aktivasi sehingga energi awal minimun untuk sebuah reaksi dapat diperkecil.
Enzim
bukanlah penambah energi awal dalam bereaksinya substrat, tetapi hanya
sebagai pengikat sementara sehingga reaksi dapat berlangsung pada
keadaan di bawah energi aktivasinya. Hal ini menyebabkan reaksi akan
berjalan lebih cepat. Enzim merupakan protein yang dapat terdenaturasi
(struktur dan sifatnya berubah) oleh suhu, pH, atau logam berat.
Empat sifat umum enzim sebagai berikut.
1) Enzim
bukanlah penyebab reaksi, namun enzim hanya mempercepat reaksi. Tanpa
adanya enzim, suatu reaksi tetap dapat terjadi. Akan tetapi, diperlukan
energi yang besar dan berlangsung sangat lambat.
2) Enzim tidak berubah secara permanen atau habis bereaksi. Enzim yang sama dapat digunakan berulang-ulang.
3) Enzim
yang sama dapat digunakan untuk reaksi kebalikannya. Suatu enzim dapat
mengubah substrat A menjadi molekul B dan C. Enzim yang sama dapat
bekerja sebaliknya membentuk substrat A dari molekul B dan C.
4) Setiap jenis enzim hanya bekerja pada zat tertentu saja.
c. Cara Kerja Enzim
Terdapat dua
teori yang menerangkan cara kerja enzim, yakni teori lock and key dan
teori induced fit. Teori lock and key menganalogikan mekanisme kerja
enzim seperti kunci dengan anak kunci. Substrat masuk ke dalam sisi
aktif enzim. Jadi, sisi aktif enzim seolah-olah kunci dan substrat
adalah anak kunci. Adapun teori induced fit mengemukakan bahwa setiap
molekul substrat memiliki permukaan yang hampir pas dengan permukaan
sisi aktif enzim. Jika substrat masuk ke dalam sisi aktif enzim, akan
terbentuk kompleks enzim substrat yang pas.
Respon negatif terhadap obat pada penduduk Indonesia cukup tinggi. Dari penelitian respon obat tidur dan obat antidepresi terhadap lima kelompok etnis terbesar di Indonesia (Melayu, Sunda, Jawa, Bugis, dan Benoaq Dayak) menunjukkan tingkat respon buruk terhadap obat itu tergolong tinggi. Penelitian tersebut meneliti reaksi enzim CYP2C19 yang memetabolisme obat tidur diasepam, antidepresi, dan obat sakit mag. Jika seseorang memiliki tipe gen buruk yang enzimnya tidak mampu atau tidak baik dalam memetabolisme obat-obatan itu, maka obat itu akan menumpuk dalam darah atau tubuh hingga bersifat tosik.
d. Penamaan Enzim
Penamaan
enzim umumnya disesuaikan dengan substrat yang diuraikan, lalu dibubuhi
akhiran ase. Sebagai contoh, enzim amilase menguraikan amilum menjadi
maltosa di mulut. Enzim lipase bekerja menguraikan lipid (lemak) menjadi
asam lemak.
e. Jenis enzim
Berdasarkan lokasi kerjanya, enzim dapat dibagi menjadi dua jenis, sebagai berikut.
1) Eksoenzim, yakni enzim yang bekerja di luar sel, contohnya:
amilum --amilase>> maltosa
maltosa --maltase>> glukosa
2) Endoenzim, yakni enzim yang bekerja di dalam sel, contohnya:
glukosa --heksokinase>> glukosa-6-Phospat
f. Faktor yang Memengaruhi Kerja Enzim
Seperti
halnya protein yang lain, sifat enzim sangat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungannya. Kondisi yang tidak sesuai dapat menyebabkan kerja enzim
terganggu. Berikut adalah beberapa faktor yang memengaruhi kerja enzim.
1) Temperatur
Enzim
memiliki rentang temperatur tertentu agar dapat bereaksi dengan optimal.
Pada temperatur yang tinggi, enzim akan rusak (terdenaturasi) sebagai
sifat umum dari protein. Pada kondisi ini, struktur enzim sudah berubah
dan rusak sehingga tidak dapat digunakan lagi.
Adapun pada
temperatur yang rendah, enzim berada pada kondisi inaktif (tidak aktif).
Enzim akan bekerja kembali dengan adanya kenaikan temperatur yang
sesuai. Semua enzim memiliki kondisi temperatur yang spesifik untuk
bekerja optimal. Enzim memiliki kecenderungan semakin meningkat seiring
dengan kenaikan temperatur hingga pada batas tertentu. Setelah itu,
enzim kembali mengalami penurunan kinerja. Pada saat kerja enzim optimal
maka dapat dikatakan bahwa pada temperatur tersebut temperatur optimum.
2) pH
Seperti
halnya temperatur, pH dapat memengaruhi optimasi kerja enzim. Setiap
enzim bekerja pada kondisi pH yang sangat spesifik. Hal ini berkaitan
erat dengan lokasi enzim yang bekerja terhadap suatu substrat. Pada
umumnya, enzim akan bekerja optimum pada pH 6-8. Perubahan pH lingkungan
akan mengakibatkan terganggunya ikatan hidrogen yang ada pada struktur
enzim. Jika enzim berada pada kondisi pH yang tidak sesuai, enzim dapat
berada pada keadaan inaktif.
Dengan
adanya kondisi pH yang spesifik ini, enzim tidak akan merusak sel lain
yang berada di sekitarnya. Contohnya, enzim pepsin yang diproduksi
pankreas untuk mencerna protein dalam lambung, tidak akan mencerna
protein yang ada di dinding pankreas karena enzim pepsin bekerja pada pH
2-4.
3) Konsentrasi Substrat dan Konsentrasi Enzim
Kerja enzim
sangat cepat maka untuk mengoptimalkan hasilnya, perlu perbandingan
jumlah atau konsentrasi antara substrat dengan enzim yang sesuai. Jumlah
substrat yang terlalu banyak dan konsentrasi enzim sedikit akan
menyebabkan reaksi tidak optimal.
Konsentrasi
enzim membatasi laju reaksi. Enzim akan “jenuh” jika sisi aktif semua
molekul enzim terpakai setiap waktu. Pada titik jenuh, laju reaksi tidak
akan meningkat meskipun substrat ditambahkan. Jika konsentrasi enzim
ditambahkan, laju reaksi akan meningkat hingga titik jenuh berikutnya.
4) Kofaktor
Kofaktor
dapat membantu enzim untuk memperkuat ikatan dengan substrat atau
kebutuhan unsur anorganik, seperti karbon. Selain itu, kofaktor juga
membantu proses transfer elektron.
5) Inhibitor Enzim
Inhibitor
mengganggu kerja enzim. Berdasarkan pengertian dari kata dasarnya
(inhibit artinya menghalangi), inhibitor merupakan senyawa yang dapat
menghambat kerja enzim. Inhibitor secara alami dapat berupa bisa (racun)
yang dikeluarkan oleh hewan, seperti ular atau laba-laba. Inhibitor
akan mencegah sisi aktif untuk tidak bekerja. Beberapa obat-obatan juga
berfungsi sebagai inhibitor, seperti penisilin yang berguna menghambat
kerja enzim pada mikroorganisme.
Inhibitor
terbagi atas dua macam, yakni inhibitor kompetitif dan inhibitor
nonkompetitif. Pada inhibitor kompetitif, inhibitor ini akan bersaing
dengan substrat untuk bergabung dengan enzim sehingga kerja enzim akan
terganggu. Sementara itu, inhibitor nonkompetitif tidak akan bersaing
dengan substrat untuk bergabung dengan enzim karena memiliki sisi ikatan
yang berbeda.
6) Kadar Air
Kerja enzim
sangat dipengaruhi oleh air. Rendahnya kadar air dapat menyebabkan enzim
tidak aktif. Sebagai contoh, biji tanaman yang dalam keadaan kering
tidak akan berkecambah. Hal ini disebabkan oleh tidak aktifnya enzim
sebagai akibat dari rendahnya kadar air dalam biji. Biji akan
berkecambah jika direndam. Kadar air yang cukup dapat mengaktifkan
kembali enzim.
Demikian materi "Molekul Yang Berperan Dalam Metabolisme", semoga bermanfaat.
0 comments:
Post a Comment